Rabu, 27 Mei 2009

harapan

Segenggam harapan ditengah keputusasaan
Memberikan secerca sexum di wajah yg gundah

Di tengah penantiaan yg tiada ujung
Terselip setetez air may\ta penyesalan

Di hati yang kini makin meradang
Tak mampu lagi menahan siksa kehidupan

Memohon dan meminta
Merintih dan menangis

Diam
Tak lagi ad ajawaban
Gelap
Tak lagi ada semangat

Semuanya kini telah terlambat

a

Aku
Manusia tanpa raga
Aku 
Jiwa yg tak memiliki hati

Aku
Dibenci awan diatasq
Dicerca angin disampingq
Dimaki tanah ditelapakq

Aku yang tanpa nama

Aku anak yang tak pux ibu

Aku tak mau jadi diriq


Minggu, 24 Mei 2009

wicca

Wicca adalah suatu sistem kepercayaan yang didasarkan atas sistem kepercayaan sebelum dikenalnya agama Kristen dan berasal dari daerah Irlandia, Skotlandia dan Wales. Banyak sekali informasi mengenai bagaimana para nenek moyang daerah tersebut hidup dan memuja, tetapi sangat sedikit data yang tersedia mengenai Wicca, karena adanya usaha pembersihan Wicca dari muka bumi oleh gereja2 di abad pertengahan.

Disebutkan bahwa Wicca ini berasal dari masa Palaeolitikum, di mana masyarakat ketiga daerah tersebut memuja dewa Pemburu dan dewi Kesuburan. Karena adanya penemuan barang-barang kuno dan lukisan di gua yang berumur sekitar 30.000 tahun, yang menggambarkan seseorang dengan kepala rusa, seorang wanita hamil yang berdiri di lingkaran dengan 11 orang lainnya, dapat diasumsikan bahwa Wicca adalah salah satu sistem kepercayaan tertua yang ada di dunia.

Wicca (Witchcraft) di sejarah kuno dikenal sebagai The Craft of the Wise (Hasil karya mereka yang bijak), karena mereka yang mengikuti jalan kepercayaan ini dipercaya memiliki energi yang selaras dengan alam. Memilki pengetahuan mengenai tumbuhan dan pengobatan, mampu memberi nasihat dan merupakan anggota desa atau komunitas yang dihargai, selain itu juga seringkali mereka adalah bagian dari kaum Shaman.

Kelompok ini memandang bahwa manusia bukan di atas alam, bumi dan semua makhluk, tetapi adalah sebagai bagian dari semuanya itu, baik yang terlihat maupun yang tidak terlihat. Mereka adalah orang yang mempercayai bahwa apa yang kita ambil dari alam, harus kita kembalikan kepada alam.

Lebih dalam lagi, Wicca mendorong tumbuhnya kebebasan berpikir dari masing-masing pengikut, mendorong mereka untuk belajar dan mengerti mengenai alam dan bumi, sehingga mereka mampu melihat keagungan di semua hal. Lebih penting lagi, Wicca mengajarkan tanggung jawab kepada alam.

"Kita bertanggung jawab atas semua tindakan kita, yang adalah hasil dari perbuatan kita. Kita tidak akan menyalahkan adanya kekuatan lain yang ada di luar kita, dan intinya adalah, kita belajar untuk tahu dan mau menghadapi konsekuensi dari tindakan kita."

Wicca mengenali adanya siklus kehidupan, fase-fase bulan dan musim yang dipergunakan untuk menandai berbagai waktu pemujaan dan perayaan.

Wicca memiliki mantra (spells). Mantra-mantra yang ada pun dipergunakan untuk hal-hal seperti penyembuhan, cinta, harmoni, kreativitas dan kebijaksanaan.Wicca juga memiliki berbagai macam ramuan untuk menyembuhkan sakit kepala, anti flu, dan juga obat kutu alami buat piaraan kaum Wicca.

Sumber kepercayaan Wicca adalah The One, "Dewa dan Dewi" atas semua hal, yang dapat ditemui di pepohonan, hujan, bunga, laut, dan semua makhluk alam. Oleh karena itu, Wicca percaya bahwa semua hal di bumi ini sebagai bagian dari keagungan The One.

Wicca juga memuji roh elemen Tanah, Udara, Api dan Air, yang merupakan bagian dari semua makhluk, karena dari keempat elemen ini pula didapat pengetahuan mengenai alam dan pengertian dari semua kehidupan, termasuk kehidupan manusia sendiri.

Beberapa hal mengenai Wicca

1. Wicca bukanlah kultus atau ilmu gelap. Tidak pernah ada pengikut Wicca yang menyatakan diri sebagai juru bicara agung dan mengajak orang lain untuk mengikuti jalan Wicca

2. Wicca tidaklah memuja setan atau bergaul dengan iblis. Wicca tidak perduli akan adanya penciptaan mengenai kejahatan atau hukuman kekal yang akan menakuti manusia, sehingga karena rasa takut itulah, manusia melakukan kebaikan. Wicca percaya bahwa hal baik muncul dari diri sendiri dan karena hal itu adalah yang yang baik untuk dilakukan.

3. Wicca tidak mengorbankan hewan, apalagi manusia, karena Wicca menganut paham utama "Tidak menyakiti"

Para pengikut Wicca percaya sekali akan adanya Law of Three (Hukum Tiga), di mana dikatakan apa pun yang kita kirimkan kepada dunia, akan kembali kepada kita tiga kali lipat, entah itu kejahatan, ataupun kebaikan. Oleh karena itu, pengikut Wicca sejati (Witch) tidak akan melakukan, atau setidaknya menghindari kejahatan atau perilaku jahat.

reinkarnasi


REINKARNASI Perjalanan Suci Sang Roh

Dalam perjalanan dharmanya Ida Pedanda Gde Made Gunung telah
berkenan untuk menyampaikan wacana di Pura Purna Pralina, Kelapa Dua, Depok, pada 4 Januari 2004. Acara yang dipandu oleh Dewa K Suratnaya (alumni STAH Dharma Nusantara Jakarta) ini terselenggara atas kerja sama antara Peradah DKI, Pesantian Pajak dan Banjar Purna Widya; setelah dharma wacana selama satu jam, diteruskan dengan dharma tula. Umat Hindu yang hadir lebih kurang sebanyak 300 orang.

Tiada Batas Ruang dan Waktu
Punarbhawa tidak terbatas ruang dan waktu, karena di alam roh tidak dikenal roh Arab, India, Cina, Bali dsb. Yang ada hanyalah roh besar, yang akan mengecil ketika mengisi wadag yang kecil, seperti semut misalnya; dan ia akan menjadi besar ketika mengisi wadag, seperti gajah. Roh tidak mengenal masa lampau, masa sekarang maupun masa depan; karena roh tidak terpengaruh oleh ketiga masa itu. Pedanda menegaskan bahwa punarbhawa tidak selalu terjadi dilingkungan keluarga saja, atau berasal dari leluhur. Punarbhawa bisa terjadi dari seluruh manusia di permukaan bumi ini. Bahkan punarbhawa bisa terjadi dari mahluk-mahluk lain, selain manusia.
Roh itu ibarat sekumpulan awan yang kemudian berubah menjadi titik-titik air hujan yang kemudian jatuh, ke bumi. Ada yang jatuh di laut, ada pula yang jatuh di darat. Dan titik air haujan, baik yang jatuh di laut maupun di darat sulit dikenali lagi karena sudah bercampur dengan air laut dan tanah. Baik air hujan yang jatuh di laut maupun di darat, nanti pada akhirnya berkumpul di laut juga. Yang jatuh di laut berarti kembali ke asal, karena awan berasal dari penguapan air laut, sedangkan yang jatuh di pegunungan akan menjadi tirtha. Manusia mati ibarat uap setitik air laut (roh individual) yang karena ringan naik keangkasa dan berkumpul dengan uap air-air laut (berbagai roh), membentuk awan (roh besar), yang lalu karena berat oleh muatan beban (karma wasana masa lalu), lalu jatuh kembali (punarbhawa) ke bumi. Gambaran ini merupakan gambaran perjalanan roh melalui punarbhawa yang tiada habisnya, sampai ketika suatu saat semua beban-beban yang memberatkan sang roh hilang lenyap, maka ia tidak akan jatuh lagi, tetapi menyatu dengan Hyang Widhi menuju moksa.
Oleh karena itu dalam pustaka Sarasamuccaya disebutkan, berbahagialah hidup menjadi manusia, karena dengan perbuatan baik akan mampu memperbaiki perbuatan buruk. Dan ini akan menjadi modal untuk kehidupan nanti melalui punarbhawa. Cerita tentang pelajaran punarbhawa ini disebutkan dalam pustaka Agastya Parwa (sebuah parwa aliran Siwa), melalui percakapan antara Bhagawan Agastya dengan putranya. Dan percakapan antara sang Bhagawan dengan putranya juga menjadi pelajaran untuk kita agar selalu terjadi komunikasi antara orang tua dengan anak-anaknya.

Punarbhawa di Bali
Pembuktian punarbhawa yang gamblang dan mudah dimengerti terdapat dalam keseharian kehidupan beragama umat HIndu di Bali. Untuk bayi yang berusia 12 hari sudah saatnya dicari sang punarbhawa-nya, yang menitis pada sang bayi; untuk mencari “sapa sira sane rawuh”. Umumnya akan didapat informasi tentang seseorang yang ingin “ngidih nasi” di keluarga ini ini melalui kelahiran sang bayi. Sebuah contoh kejadian nyata di India Selatan, seorang anak perempuan bernama Shanti Devi yang mampu mengenali benda-benda yang pernah dimilikinya dalam kehidupan sebelumnya di India Utara. Ia masih mengenali tempat-tempat tertentu dengan benda-benda tertentu, serta mengenali orang yang pernah hidup bersamanya.
Di Bali, setelah seorang anak dewasa, maka orang tuanya akan melihat betapa sang anak memiliki karakter, lagak dan gaya yang sama dengan seseorang yang mereka kenal tetapi sudah meninggal. Misalnya sang anak kelakuannya mirip dengan sang kakek atau nenek yang sudah almarhum. Ini merupakan cara mudah untuk meyakini eksistensi punarbhawa sebagai salah satu sradha umat Hindu.

Hidup Saat Ini
Kehidupan saat ini ibarat menulis permohonan untuk perjalanan kehidupan yang akan datang. Kita bersyukur kalau kehidupan nanti masih bisa menggunakan badan manusia, jangan sampai memakai badan binatang. Oleh karena itu harus diingat bahwa semua indrya ini adalah pinjaman dari Hyang Widhi; termasuk tubuh ini. Sehingga kalau kita tidak mampu memelihara “barang” pinjaman ini, maka kita pasti akan diberikan badan yang lebih jelek lagi; misalnya badan binatang atau tumbuh-tumbuhan. Dengan mengingat betapa “kecilnya” manusia ini dibanding dengan ciptaan yang ada di alam semesta ini, maka hendaknya manusia selalu sadar; bahwa semua ini akan berakhir, dan kita semua akan kembali menuju-Nya; untuk mengembalikan semua barang pinjaman tadi dan sekaligus mempertanggung-jawabkannya. Punarbhawa sebagai salah satu sradha yang harus selalu diyakini oleh umat Hindu, dan dipahami juga bahwa punarbhawa kita yang sekarang ini adalah proses untuk menuju punarbhawa berikutnya yang lebih baik.(gading sewu)